Bismillaahir Rahmaanir Rahiim..
♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♫•*¨•*¨♥♥♥♥♥♥♥*•♫♥♥
Pasangan adalah bagai sebuah cermin bagi kita, jika ia marah maka itulah yang kita tunjukan, bila ia lembut maka itu yang kita lakukan, bila ia tersenyum maka itulah yang kita berikan, bila sedih maka itulah yang kita rasakan, bila ia tertawa bahagia maka itulah yang kita usahakan, dan bila ia termenung sendu maka itulah yang kita resahkan.
Pasangan adalah bagai sebuah cermin bagi kita, jika ia marah maka itulah yang kita tunjukan, bila ia lembut maka itu yang kita lakukan, bila ia tersenyum maka itulah yang kita berikan, bila sedih maka itulah yang kita rasakan, bila ia tertawa bahagia maka itulah yang kita usahakan, dan bila ia termenung sendu maka itulah yang kita resahkan.
Maka,
berlaku baiklah dihadapan cermin itu, tersenyum, tertawa riang, lembut hati,
selalu merindukannya dan berjanjilah untuk selalu menjaga hatinya. Maka itulah
yang akan kita lihat pada cermin kita ….
Pernah
suatu malam ada yang bertanya pada saya, seperti apa jodoh saya? Saya katakan
padanya bahwa jodoh kita adalah sama seperti halnya diri kita. Siapapun yang
menjadi pasangan hidup kita merupakan cermin yang ada pada diri kita. Jika kita
memilih berdasarkan pertimbangan rasa, ketemu pada medan perjuangan maka
pasangan hidup yang kita dapatkan juga orang yang memiliki karakter yang sama.
Namun jika kita memilih berdasarkan pertimbangan logika semata yang kita
dapatkan juga seperti yang kita kehendaki.
Ketika
cinta harus memilih, ada peranan rasa dan ada peranan logika. Perasaan cocok
sering lebih “benar” dibanding pertimbangan “ilmiah”. Jika seorang wanita dalam
pertemuan awal dengan seorang lelaki langsung merasa bahwa lelaki itu terasa
“sreg” untuk menjadi suami, meski ia belum mengetahui secara detail siapa
identitas si lelaki itu, biasanya faktor perasaan sreg itu akan menjadi faktor
dominan dalam mempertimbangkan.
Sudah
barang tentu ada orang yang tertipu oleh hallo efec, yakni langsung tertarik
oleh penampilan, padahal sebenarnya penampilan palsu. Sementara itu argumen
raasional berdasar data lengkap tentang berbagai segi dari karakteristik lelaki
atau perempuan, mungkin dapat memuaskan logika, tetapi mungkin terasa kering,
karena pernikahan bukan semata masalah logika, tetapi justeru lebih merupakan
masalah perasaan.
Ada
pasangan suami isteri yang dari segi infrastruktur logis (misalnya keduanya
ganteng dan cantik, usia sebaya, rumah tempat tinggalnya bagus, penghasilan
mencukupi, kelengkapan hidup lengkap) mestinya bahagia, tetapi pasangan itu
justru melewati hari-harinya dengan suasana kering dan membosankan, karena
hubunganya lebih bersifat formal dibanding rasa.
Perasaan
sreg dan cocok akan dapat mendistorsi berbagai kekurangan, sehingga meski
mereka hidup dalam kesahajaan, tetapi mereka kaya dengan perasaan, sehingga
mereka dapat merasa ramai dalam keberduaan, merasa meriah dalam kesunyian
malam, merasa ringan dalam memikul beban, merasa sebentar dalam mengarungi
perjalanan panjang. Mereka sudah melewati usia 40 tahun perkawinan, tetapi
serasa masih pengantin baru.
^_^.
*¨♥♥♥♥♥♥♥*sumber : Uts. Abdul Aziz Setiawan
No comments:
Post a Comment