♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥
Anakku….Ini adalah surat
dari ibu yang tersayat hatinya. Linangan air mata bertetesan deras menyertai
tersusunnya tulisan ini. Aku lihat engkau lelaki yang gagah lagi matang.
Bacalah surat
ini. Dan kau boleh merobek-robeknya setelah itu, seperti saat engkau meremukkan
kalbuku sebelumnya.
Sejak dokter mengabari tentang kehamilan, aku berbahagia.
Ibu-ibu sangat memahami makna ini dengan baik. Awal kegembiraan dan sekaligus
perubahan psikis dan fisik. Sembilan bulan aku mengandungmu. Seluruh aktivitas aku
jalani dengan susah payah karena kandunganku. Meski begitu, tidak mengurangi
kebahagiaanku. Kesengsaraan yang tiada hentinya, bahkan kematian kulihat
didepan mataku saat aku melahirkanmu.
Jeritan tangismu meneteskan air mata kegembiraan kami.
Berikutnya, aku layaknya pelayan yang tidak pernah istirahat. Kepenatanku demi
kesehatanmu.Kegelisahanku demi kebaikanmu.
Harapanku hanya ingin melihat senyum
sehatmu dan permintaanmu kepada Ibu untuk membuatkan sesuatu. Masa remaja pun
engkau masuki. Kejantananmu semakin terlihat,
Aku pun berikhtiar untuk mencarikan gadis yang akan
mendampingi hidupmu. Kemudian tibalah saat engkau menikah. Hatiku sedih atas
kepergianmu, namun aku tetap bahagia lantaran engkau menempuh hidup baru.
Seiring perjalanan waktu, aku merasa engkau bukan anakku
yang dulu. Hak diriku telah terlupakan. Sudah sekian lama aku tidak bersua,
meski melalui telepon. Ibu tidak menuntut macam-macam. Sebulan sekali,
jadikanlah ibumu ini sebagai persinggahan, meski hanya beberapa menit saja
untuk melihat anakku.
Ibu sekarang sudah sangat lemah. Punggung sudah membungkuk,
gemetar sering melecut tubuh dan berbagai penyakit tak bosan-bosan singgah
kepadaku. Ibu semakin susah melakukan gerakan. Anakku…Seandainya ada yang
berbuat baik kepadamu, niscaya ibu akan berterima kasih kepadanya. Sementara
Ibu telah sekian lama berbuat baik kepada dirimu. Manakah balasan dan terima
kasihmu pada Ibu ? Apakah engkau sudah kehabisan rasa kasihmu pada Ibu ? Ibu
bertanya-tanya, dosa apa yang menyebabkan dirimu enggan melihat dan mengunjungi
Ibu ?
Baiklah, anggap Ibu sebagai pembantu, mana upah Ibu selama
ini ? Anakku.. Ibu hanya ingin melihatmu saja. Lain tidak. Kapan hatimu memelas
dan luluh untuk wanita tua yang sudah lemah ini dan dirundung kerinduan,
sekaligus duka dan kesedihan ? Ibu tidak tega untuk mengadukan kondisi ini
kepada Dzat yang di atas sana.
Ibu juga tidak akan menularkan kepedihan ini kepada orang lain. Sebab, ini akan
menyeretmu kepada kedurhakaan. Musibah dan hukumanpun akan menimpamu di dunia
ini sebelum di akhirat.
Ibu tidak akan sampai hati melakukannya, Anakku… Walaupun
bagaimanapun engkau masih buah hatiku, bunga kehidupan dan cahaya
diriku…Anakku…Perjalanan tahun akan menumbuhkan uban di kepalamu. Dan balasan
berasal dari jenis amalan yang dikerjakan. Nantinya, engkau akan menulis surat kepada keturunanmu
dengan linangan air mata seperti yang Ibu alami. Di sisi Allah, kelak akan
berhimpun sekian banyak orang-orang yang menggugat.
Anakku..Takutlah engkau kepada Allah karena kedurhakaanmu
kepada Ibu. Sekalah air mata ibu nak, ringankanlah beban kesedihan ibu.
Terserahlah kepadamu jika engkau ingin merobek-robek surat ini.
Ketahuilah, “Barangsiapa beramal shalih maka itu buat
dirinya sendiri. Dan orang yang berbuat jelek, maka itu (juga) menjadi
tanggungannya sendiri”. Anakku…Ingatlah saat engkau berada di perut ibu. Ingat
pula saat persalinan yang sangat menegangkan. Ibu merasa dalam kondisi hidup
atau mati. Darah persalinan, itulah nyawa Ibu.
----------------------------------------------------------------------------------------
“Wahai, Rabbku, ampunilah aku dan kedua orangtuaku,
sayangilah mereka berdua sebagaimana mereka menyayangiku waktu aku masih kecil”.◦°˚˚♥ﷲ♥˚
No comments:
Post a Comment